Laporan Bacaan Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye
Oeh Winia Wanda (14017076)
PENDAHULUAN
Laporan
bacaan ini membahas sebuah novel berjudul Kau,
Aku dan Sepucuk Angpau Merah.Novel
dari seorang pengarang dengan nama Tere Liye. Novel Kau,
Aku dan Sepucuk Angpau Merahini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
di Jakarta. Novel ini pertama kali di terbitkan pada Januari 2012. Dengan tebal
buku 512 halaman.
Novel
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
ini bercerita tentang kehidupan seorang pemuda yang tinggal di tepi sungai
Kapuas, Pontianak bernama Borno. Tentang riwayat hidupnya. Tentang keakrabannya
dengan masyarakat di gang sempit di tepian Kapuas. Tentang semangatnya untuk
terus belajar menjadi orang sukses. Tentang takdir hidup dan cintanya, gadis
itu bernama Mei. Pelik kisah cintanya dengan Mei akhirnya terjawab dengan
sepucuk angpau merah yang sengaja dijatuhkan di atas sepit Borno saat pertama
kali bertemu, yang ternyata secarik kertas bukan uang.Surat itu lah yang
menjelaskan bahwa Mei adalah seorang mahasiswi dari sebuah Universitas di Surabaya
yang kembali ke
Pontianak untuk magang di
sebuah yayasan milik
orang tuanya. Mei berusaha
menemui Borno untuk meminta maaf atas kesalahan
fatal yang pernah dilakukan ibunya. Hal yang membuat ibu Mei depresi dan
jatuh sakit hingga
akhirnya meninggal dunia.
A.
SINOPSIS
Sebuah kisah dari Kota Pontianak,
yang masyarakat aslinya merupakan keturunan Cina, Batak, Dayak, dan melayu. Di
gang sempit di tepi Sungai Kapus mereka hidup dengan rukun, dengan tingkat
kepedulian tinggi yang menjadi salah satu pesan yang disampaikan penulis.
Adalah Borno, dia seorang anak pengemudi sepit (dari kata speedmerupakan perahu kayu, panjang lima meter, lebar satu meter,
dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel), ia sebagai tokoh utama
dalam novel ini. Borno adalah anak yang cerdas, hal ini terlihat ketika usianya
6 tahun ia sangat ingin tau soal berapa lama kotoran sampai di muara sungai
jika dia membuang kotoran di hulu sungai. Ia bertanya kepada semua orang yang
ia kenal, kepada Bapaknya, Ibunya, Koh Acong pemilik tokoh kelontong, kepada
paman jauhnya Cik Tulani dan terakhir kepada Pak tua. Dari Pak Tua lah Borno
mendapat jawaban dari pertanyaannya. Pak Tua adalah orang yang berpengetahuan
luas dan selalu memberikan jawaban atas keingintahuan Borno akan banyak hal.
Usia 12 tahun, Borno mengalami hari
terburuk dalam hidupnya. Bapak tercintameninggal dunia karena disengat
ubur-ubur hewan paling mematikan saat pergi melaut. Bapaknya sempat dirawat di
ruang gawat darurat, sebelum bapaknya meninggal, beliau mendonorkan jantungnya
untuk seseorang yang menderita gagal jantung dan telah lama mencari donor
jantung. Bapak Borno sangat terkenal akan kebaikan hatinya di masa hidupnya. Mendonorkan
jantungnya kepada orang lain adalah kebaikan terakhir yang dilakukan Bapak
Borno. Di hari itu Borno sangat marah dan berteriak, “Bapak belum mati”,
“Kenapa dadanya dibelah!”.
Setelah
lulus SMA, ia tidak melanjutkan kuliah karna tidak ada biaya. Ia mulai sibuk
mencari pekerjaan. Pekerja di pabrik karet adalah pekerjaan pertamanya, namun
tidak berlangsung lama karena pabrik itu bangkrut karena tertipu oleh
importirnya. Selama bekerja di pabrik karet itu dia di benci oleh masyarakat di
gang sempit itu karena bau badannya setelah keluar dari pabrik. Kemudian dia
bekerja di dermaga feri sebagai pemeriksa karcis yang akhirnya mengakibatkan ia
dibenci oleh semua pengemudi sepit yang ada di tepian sungai Kapuas. Para
pengemudi sepit menganggap kapal feri yang mereka sebut sebagai pelampung
adalah perebut rejeki pengemudi sepit. Kehadiran pelampung itu mengurangi
jumlah penumpang sepit. Borno tak goyah oleh segala macam intimidasi pengemudi
sepit yang dipelopori oleh Bang Togar. Ia harus melalui jalur memutar dengan
naik opelet setiap berangkat dan pulang kerja. Namun akhirnya dia memutuskan
berhenti bekerja di dermaga itu karena melihat rekan kerjanya melakukan
kecurangan dalam bekerja. Kedua kawannya menaikkan penumpang tanpa karcis dan
mendapatkan imbalan setengah dari harga karcis. Gaji perbulan mereka menjadi
dua kali lipat dari hasil korupsi itu. Borno yang terlahir dari lingkungan yang
baik sehingga menjadi pemuda yang berhati lurus memilih berhenti sebelum akhir
bulan tiba.
Berhenti
bekerja di dermaga feri, kemudian dia mendapat tawaran bekerja di sarang burung
walet, tetapi ia menolaknya karena fobia dengan burung. Ia memilih bekerja di
SPBU apung di tepian Kapuas dan kemudian bekerja serabutan. Lalu Pak Tua, Koh
Acong, dan Cik Tulani pergi ke rumah
Borno untuk membicarakan bagaimana baiknya Borno. Setelah berdiskusi dengan
ibunya Borno mereka akhirnya sepakat untuk memperkerjakan Borno sebagai
pengemudi sepit. Berita ini disampaikan Pak tua kepada Borno. Awalnya Borno
tidak mau menjadi pengemudi sepit karena ia teringat pada wasiat ayahnya.
Pak
Tua memberikan saran kepada Borno bahwa itu bukanlah larangan, tapi harapan
untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Setelah memikirkan saran dari Pak
Tua selama dua minggu, akhirnya dia mau menjadi pengemudi sepit. Pak Tua lalu
memberikan buku panduan untuk pemula dan langsung mengajarkan mengemudi sepit
selama seminggu. Selama seminggu itu ia mendapat ospek dari Bang Togar yang
berkedudukan sebagai ketua PPSKT untuk membersihkan toilet umum dan
mengecatnya. Selanjutnya Borno diperintahkan mengecat perahu Bang Togar,
menyikat perahunya dan memperbaiki motor tempel sepitnya.
Pada
hari terakhir belajar mengemudi sepit maka tugas-tugas dari Bang Togar pun
usai. Tanpa disangka, perlakuan Bang Togar yang galak itu menyimpan kebaikan
untuk menguji mentalnya Borno. Bang Togar berhasil mengumpulkan uang dari
penduduk sekitar dan penumpang untuk membeli sepit baru untuk Borno.Kebaikan
Ayah Borno rupanya tertanam cukup dalam di hati seluruh warga, termasuk Bang
Togar. Di masa hidupnya ayah Borno terkenal gemar menolong siapa pun yang
datang kepadanya. Borno yang memang dikenal sebagai pemuda berhati lurus dan
ringan tangan, amat disayangi oleh banyak orang. Membelikan sepit tersebut
adalah bentuk kepedulian dan rasa sayang mereka kepada Borno.
Di
hari pertama Borno menarik sepit, petugas timer
memberi tahu bahwa ada sebuah amplop merah tertinggal di sepitnya. Amplop
seperti angpau itu terjatuh di bangku paling depan. Borno adalah pemuda jujur
yang tak mau membuka barang milik orang lain. Borno berusaha menemukan siapa
pemilik amplop merah itu yang diduganya adalahseorang gadis berbaju kuning
dengan paras sendu menawan keturunan Cina yang duduk tepat di dekat amplop itu
jatuh. Keesokan harinya wanita itu tampak membagikan angpau kepada masyarakat sekitar
persis seperti amplop yang ditemukan itu. Borno menganggap amplop itu berisi
uang sama halnya dengan amplop yang lainnya. Kemudian amplop itu disimpannya
dilemari selama bertahun-tahun.
Kisah
cinta Borno pun dimulai. Borno lalu mulai hafal kebiasaan gadis itu menyeberang
tepat jam 7.15 pagi. Dari hitungannya berarti gadis itu menaiki antrean sepit
ke 13. Ini ia dilakukan agar bisa menyeberangkan gadis itu dengan sepit
miliknya. Terkadang hitungannya meleset. Akhirnya, Borno bisa sering bertemu dengan
gadis berparas sendu menawan itu di sepit miliknya. Bertegur sapa dalam waktu
yang tak lama itu sudah membuat hatinya bahagia. Meski telah berkali-kali
menyeberangkan gadis itu, ia masih tidak tau nama gadis itu. Kemudian Borno
memberanikan diri bercerita kepada Pak Tua perihal gadis itu.
Di
hari berikutnya, ia harus tau siapa nama gadis itu. Ia mulai dengan bercerita
bahwa ada kawan Pak Tua, sekeluarga punya nama yang menurutnya lucu yaitu
menggunakan nama bulan karena tak seorang pun lahir di bulan yang sama. Borno
tertawa, namun gadis yang duduk disampingnya itu hanya diam tidak ikut tertawa.
Ternyata inilah konflik pertama yang dilalui Borno. Ketika sampai diseberang
gadis itu turun dari sepit dan berkata,
“Nama saya Mei Abang!”
"Meskipun itu nama bulan, kuharap Bang Borno tidak menertawakannya.
Terimakasih buat tumpangannya."
Banyak
hal yang dilalui Borno dalam mendapatkan cinta Mei. Namun Borno percaya Mei
adalah cinta sejatinya. Disamping pengejaran cintanya terhadap Mei, Borno
perlahan membangun masa depannya dengan berkongsi bengkel dengan bapak Andi,
temannya. Borno lalu melanjutkan kuliahnya di teknik mesin.
Ketika
ia mulai mengenal Mei dengan baik, Mei malah pulang ke Surabaya karena masa
magangnya sebagai guru SD selesai. Borno sangat kehilangan. Ditengah
kegalauannya itu Pak Tua mengajak Borno pergi ke Surabaya untuk menemaninya
berobat. Di tempat terapinya Pak Tua, Borno menemukan buku telepon warga
Surabaya. Mulailah Borno menghubungi 4 lembar nomor orang yang bernama Sulaiman,
nama Bapak Mei yang sempat ia ingat. Namun tidak ada hasil. Kemudian mencoba
lagi 2 halaman nomor berbeda ejaan ; Soeleman.
Belum
selesai ia menghubungi nomor dengan ejaan Soelaiman itu, tiba-tiba gadis yang
di carinya ada di depan matanya dengan mendorong seorang nenek yang juga sedang
berobat di klinik tersebut. Borno kembali ke Pontianak bersama Pak Tua, dan Mei
juga datang kembali ke kota itu. Di hari-hari awal kedatangan Mei ke Pontianak
mereka sering bertemu apalagi di sepit antrian ke-13. Tanpa disangka Mei
kemudian memutuskan tidak mau bertemu dengan Borno. Tidak memberikan kejelasan
apapun. Mei tidak lagi naik sepit pergi ke sekolah. Borno dengan perasaan penuh
tanda tanya kenapa Mei menghindar darinya, mulai berusaha menemui mei di
sekolah, di rumahnya di Pontianak. Mei tetap menghindar.
Borno
terus menitipkan secarik pesan pada Bibi yang tinggal bersama Mei untuk memberi
kabar termasuk pertanyaan demi pertanyaan kenapa, kenapa dan kenapa yang tak
pernah dibalas. Borno tanpa pernah menyerah, terus datang kerumah Mei dan
berakhir dengan kertas kecil itu. Saat Borno sibuk dalam mengikuti perlombaan
sepit datanglah Bibi memberi kabar bahwa satu jam lagi Mei akan berangkat ke
Surabaya. Bergegas Borno pergi ke bandara. Mei tetap pergi.
Hampir
setahun kepergian Mei ke Surabaya, Bibi menemui Borno lagi, untuk memberi tahu
bahwa Mei sudah tiga bulan sakit. Bibi lalu memberi tahu Borno bahwa sepucuk
angpau merah yang ditemukan di sepit saat pertama kali bertemu dengan Mei bukan
berisi uang tetapi surat. Akhirnya diketahuilah bahwa sepucuk angpau merah yang
disimpan Borno itu adalah berisi permohonan maaf dari Mei mewakili ibunya yang
ternyata adalah dokter bedah yang memutuskan operasi jantung Bapak Borno waktu
itu. Setelah menyaksikan Borno kecil menangis di lorong rumah sakit, dokter
bedah baru tersadar bahwa semestinya keputusan operasi tidak dilakukan. Karena
sebenarnya ia masih bisa menolong. Namun godaan prestasi akhirnya memutuskan
untuk mentransfusi jantung itu ke orang lain.
Rasa berdosa dan penyesalan yang mendalam
membuat ibu Mei depresi berat, dan sakit selama 3 tahun, dan akhirnya
meninggal. Namun Borno adalah Borno, pemuda berhati paling lurus sepanjang
tepian Kapuas namanya tetap memaafkan perlakuan Ibu Mei. Setelah membaca surat
itu, esoknya Borno berangkat ke Surabaya. Borno telah memaafkan semua yang
telah terjadi. Mei kembali sehat dan mengajar di sekolah di Pontianak.
B.
KOMENTAR
PENULIS TERHADAP NOVEL KAU, AKU, DAN
SEPUCUK ANGPAU MERAH KARYA TERE LIYE
Sastra populer yang dulunya dianggap
hanya picisan namun sekarang tidak bisa dikesampingkan karena sastra populer
sebagai ‘praktik komunikasi’ yang memiliki akar sosial dan historis yang mampu
mengendalikan khalayak luas. Hal ini seirama dengan pemikiran berikut:
Sastra populer
mulai dianggap sabagai bidang studi yang sungguh-sungguh. Katanya, sekali kita
mulai mengahadapi sastra, sebagai ‘pratik komunikasi’ yang memiliki akar sosial
dan historis, maka kita sama sekali tidak bisa mengesampingkan dunia fiksi yang
mengendalikan khalayak luas. Tambahan lagi, semakin menjadi jelas bahwa
analisis sastra populer bisa menyediakan kaitan penting antara bidang sastra
dan bidang seni lain sepeerti film dan televisi (Damono, 1999:154).
Dari sinopisis tersebut, penulis
memiliki sedikit gambaran bagaimana kepopuleran cerita dalam novel ini, yakni
alurnya menarik dan diakhiri dengan happy ending. Happy ending di
sini dapat dilihat dari tokoh utamanya yang dapat mewujudkan impian dan
menemukan cintanya sehingga kebahagiaanlah yang ia rasakan. Kemudian cerita ini
juga mudah dipahami, dan sesuai dengan teori fiksi populer. Untuk lebih
jelasnya mengenai teori fiksi populer dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, penulis akan menguraikan
analisis novel tersebutdengan menggunakan teori fiksi populer yang melihat
novel-novel populer dari unsur-unsurnya.
a. Plot
Sastra populer mempunyai fungsi yang
sangat menonjol adalah memberi hiburan bagi mereka yang terpelajar maupun yang
kurang terpelajar. Seperti yang dikemukakan berikut ini:
Sastra
populer memberikan hiburan. Itulah sebabnya unsur plot sangat menonjol dalam
novel populer. Cerita berjalan lancar, penuh suspense dan ketegangan,
suasananya hidup:pokoknya punya cerita yang mengasyikan. Para tokohnya cantik
dan tampan. Berakhir dengan kebahagiaan dan penyelesaian persoalan. Semua itu
sangat baik untuk melupakan kesulitan hidup, megendurkan saraf yang tegang.
Enak dibaca di kamar, di perjalanan, atau diranjang rumah sakit. Semua ini
dimaksud agar pembaca melupakan kesepian, kejemuannya dan sakitnya. Inilah
ekapisme, bukan dalam arti yang jelek, tetapi fungsi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan siapa saja (Sumardjo, 1995:131).
Sama halnya dengan pendapat
Sumardjo, Adi (2011:38) mengemukakan bahwa Plot cerita suatu novel, baik dalam haigh
literature maupun populer literature, dimulai dengan perkenalan
keadaan, perkembangan, dan penutup, atau dimulai dengan eksposisi, komplikasi,
konflik, klimaks, dan penutup. Dalam hal ini, jalan cerita merupakan unsur yang
sangat menonjol dalam sebuah novel, dimulai dengan menceritakan suatu keadaan,
kemudian keadaan tersebut mengalami perkembangan, dan akhirnya cerita ditutup
dengan sebuah penyelesaian. Sedangkan plot cerita berupa alasan yang
menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut.
Yang sering menjadi ciri novel
populer adalah akhir cerita. Berbeda dengan novel adiluhung, cerita biasanya
diakhiri dengan happy ending atau berakhir dengan kemenangan tokoh
utamadan berakhir dengan kebahagiaan. Karena pada dasarnya novel populer adalah
hiburan, ceritanya haruslah memenuhi keinginan pembaca dan happy ending
memenuhi keinginan tersebut. (Adi, 2011:38).
Dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merahkarya Tere Liye, dapat disusun
plot sebagai berikut:
1.
Diawali dengan riwayat pekerjaan tokoh utama, mulanya
tokoh utama bekerja serabutan, dan di sini lah konflik tokoh utama dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya dimulai. Pekerjaan tokoh utama berakhir
dengan menjadi pengemudi sepit yang menjadi puncak konflik batinnya terhadap
seorang gadis.
Hal tersebut tampak pada kutipan
tersebut:
“Bang Togar
memberikan ultimatum, satu bulan. Jika aku tetap bekerja di dermaga feri, aku
akan dikucilkan dalam segenap aktivitas....(hal. 39)”
“Enam bulan terakhir kuhabiskan
dengan kerja serabutan....(hal. 48)”
“Aku seperti tersadarkan. Benar,
tidak semua calon penumpangku kabur. Masih ada keributan....(hal. 65—66)”
2.
Tokoh utama sibuk mencari tahu siapa pemilik angpau
merah yang ia temukan di atas sepitnya. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Dimana?” aku
bertanya sedikit tersengal
“Dimana apanya?” Petugas yang mengejan mengangkat sofa menoleh, tidak cepat paham.
“Gadis berbaju kurung
kuning itu.” (hal. 89)
“Woi, mau kemana
lagi, Borno? Sibuk sekali kau mondar-mandir macam pejabat perairan pontianank?”
Jupri yang sepitnya baru saja merapat, meneriakiku....(hal. 90)
3.
Tokoh utama, lebih memikirkan gadis pemberi angpau
merah yang ia temui di atas sepit dan menunjukan sikap ingin dekat dengan gadis
itu. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“esok hari,
entah karena masih dalam siklus keberuntungan, kali ini perhitunganku sempurna
tepat. Sepit antrean nomor tiga belasku merapat persis ketika gadis itu berdiri
paling depan di dermaga.”(hal. 124)
Tokoh utama sangat ingin bertemu
dengan gadis pemberi angkapu merah, sehingga ia memikirkan kapan gadis itu akan
sampai di dermaga dan sepit antrean ke berapa yang akan di naiki gadis itu,
maka hitungan Borno, gadis itu akan menaiki sepit antrean ke tiga belas dan
ternyata hitungannya benar.
“Eh, kamu masih ingin belajar
mengemudikan sepit lagi?” Dari tadi aku sebenarnya hendak bertanya ”Nama kau
siapa?”, tapi yang keluar justru pernyataan lain—dan malah berkamu-kamu seperti
orang pacaran ABG.
4.
Tokoh utama galau karena kepergian gadis yang d
cintainya dan Pak Tua (orang yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri)
membari petuah.
“siapalah Borno? Hanya satu diantara
ribuan penduduk, tidak penting, tidak signifikan. Siapa peduli hatiku saat ini?
Kosong. Aku tepekur duduk menjuntai dihaluan sepit. Kakiku terendam air keruh Kapuas.
Arus sungai membawa sepit ke hilir bagai sabut hanyut. Apalah namanya perasaan
ini?
Dia telah pergi, terpisah ribuan
kilometer dariku. (hal. 151)
“kalian tahu, cinta itu beda-beda
tipis dengan musik yang indah,” pak tua berkata pelan.
5.
Tokoh utama bertemu kembali dengan gadis pujaan
hatinya.
6. Tokoh utama
bertemu dengan tokoh Sarah dan kenangan atas kematian ayahnya kembali teringat.
7.
Tokoh utama fokus bekerja di bengkel ayah temannya.
8.
Tokoh Mei (Gadis pemberi angpau merah) memutuskan
pergi meninggalkan Borno.
9.
Tokoh Mei sakit. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Mei... Nona Mei sakit, Nak.” Bibi
langsung ke topik pembicaraan.(hal. 495)
10. Konflik
batin tokoh utama, ketika mengetahui isi angpau merah itu.
11. Penutup
cerita, berakhir dengan happy ending, yakni tokoh utama Borno mengalami
kebahagiaan karena memilih Mei dan menerimanya dengan tulus dan ikhlas tanpa
melihat masa lalu buruk keluarga Mei. Mei khirnya sembuh dan kembali mengajar
di Pontianak.
“Aku berjanji akan selalu mencintai
kau, Mei. Bahkan kalau aku telah mamabaca surat dalam angpau merah itu ribuan
kali, tahu masa lalu yang menyakitkan, itu tidak akan mengubah apapun. Bahkan
walau satpam galak rumah ini mengusirku, menghinaku, itu juga tidak akan
mengubah perasaanku. Aku kan selalu mencintai kau, Mei, jika kau tidak percaya
janjiku, bujang dengan hati peling lurus sepanjang tepian kapuas, maka siapa
lagi yang kau percaya?”
b. Tema
Adi (2011:45) mengemukakan tema dalam fiksi populer
yang lebih sederhana biasanya dapat dengan mudah diketahui oleh pembacanya.
Bahkan pembaca fiksi populer dapat segera tahu tema cerita dari judul, gambar
sampul, atau penerbitnya dan tidak harus dicari-cari dalam proses pembacaan.
Berkaitan dengan uraian tersebut,
tema dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk
Angpau Merah dapat ditemukan melalui judulnyaKau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah yakni yang dapat digambarkan
melalui perjuangan seorang pria dalam memperjuangkan cintanya yang berawal dari
angpau merah yang ditemuinya.
Seperti yang dikatakan oleh Adi
(2011:46) bahwa penentuan tema dalam novel populer sangat tergantung pada
segmen apa novel tersebut ditujukan. Misalnya, cerita-cerita petualangan
mengambil tema yang erat kaitannya dengan nilai-nilai laki-laki karena
asumsinya adalah laki-lakilah yang biasanya memebaca cerita-cerita petualangan.
Jadi, nilai-nilai yang didramatisasikan seperti keberanian, harga diri atau
perjuangan. cerita romance biasanya mengambil nilai-nilai kesetiaan pria,
perjuangan seorang istri, atau keberhasilan wanita dalam memperoleh pasangan
yang tampan, baik hati, lembut, dan sebagainya. Pemilihan nilai-nilai yang
dijadikan dasar pembuatan tema tersebut karena diasumsikan bahwa nilai
tersebutlah yang menjadi keinginan segmen pembacanya.
c. Penokohan
Adi (2011: 46, 47, dan 48)
mengemukakan bahwa kehadiran tokoh cerita, baik tokoh utama maupun tokoh
pendukung selalu ada di semua novel, apakah novel tersebut novel populer atau
adiluhung. Perbedaannya, dalam novel adiluhung, tokoh yang dihadirkan di dalam
cerita sangat sedikit, sedangkan dalam novel populer para tokohnya hadir dalam
jumlah yang lebih banyak. karakter dalam novel populer harus berpikir dan
bertindak seperti layaknya manusia dalam dunia nyata. Dan juga penokohan dalam
fiksi populer sangat tergantung pada segmen pembacanya dan segmen pembaca ini
dipengaruhi oleh atau mempengaruhi genre fiksi populer, artinya fiksi populer
ditujukan bagi pembaca yang menjadi sasaran dalam menentukan penokohannya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
kita lihat pada novelKau, Aku, dan
Sepucuk Angpau Merahkarya Tere Liye yang memiliki tokoh yang cukup banyak.
Tokoh-tokoh teresebut adalah Borno, Mei (gadis pemberi angpau merah), Pak Tua,
Cik Taulani (paman jauh tokoh Borno), Bang Togar, koh Acong, Bapak Borno, Ibu
Borno, Petugas Timer, Pak Sihol (rekan
pengemudi sepit), Andi (sahabatnya Borno), Papanya Mei, Sarah (dokter) serta
keluarganya, Daeng (Bapaknya Andi), Pemilik Bengkel, Kepala sekolah Mei, satpam
sekolah Mei, bibinya Mei, Bang Jau(pengemudi sepit), dan warga kampung di gang
sempit tepian Kapuas.
Novel ini juga menyajikan kejadian
dan karakter manusia sesuai dengan alam yang nyata, Yakni kesungguhan seorang
dalam menempuh keinginanya yang tampak baik dari tokoh utama maupun tokoh
bawahan atau pembantu.
Sumardjo (1995:131)
menyatakan,”dalam novel populer, perubahan watak seorang tokoh kadang sangat
dimudahkan tanpa penjelasan dan penghayatan tanpa menghadapi pengalaman hidup.”
c. Latar atau Setting
Adi (2011:49) mengemukakan latar
dalam novel populer dapat dipakai sebagai alat menarik perhatian pembaca atau
penonton. Latar dapat juga menentukan jenis cerita itu sendiri.
Menurut Krakauer dan Bazin (dalam
Adi, 2011: 51) hal terpenting adalah cara membuat suatu representasi rekaan
serealistis-realitisnya. Hal ini disebabkan adanya kekuatan penalaran yang
dimiliki oleh penikmat fiksi populer. Dalam menilai suatu adegan realistis atau
tidak dengan cara membandingkannya dengan realitas di dunia nyata. Jadi, hukum
logika sangat penting dalam pembuatan atau penulisan fiksi populer.
Adapun dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah karya
Tere Liye memiliki latar tempat di gang sempit di tepi sungai Kapuas Pontianak,
rumah Borno, warung makan Cik Taulani, tokoh kelontong, rumah Pak Tua, rumah
sakit, pabrik pengelolaan karet, dermaga feri, dermaga kayu, di atas sepit, di
sungai Kapuas, sekolah Mei, dermaga Istana Kadariah, bengkel bapak Andi, rumah
Mei di Pontianak, rumah Mei di Surabaya, kapal besar ke Surabaya, di atas
angkot, tempat pengobatan Alternatif. Dalam fiksi populer, latar tersebut
tampak realitas dan sesuai dengan unsure ceritanya yang membangun cerita
mengenai tema yang diangkat.
e. Suasana
Adi
(2011:52) mengemukakan bahwa dalam cerita-cerita populer di Indonesia, terdapat
gaya pengarang yang menggurui, penuh nasihat, dan bahasanya kebapakan sehingga
suasana ceritanya mengandung hal-hal yang teratur serta tokoh-tokohnya
digambarkan selalu baik, dan sebagainya. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“ lazim sekali seorang petani bilang ke anaknya,’Nak,
jangan jadi petani tidak bisa kaya.’ Seorang guru SD bilang ke anaknya, ‘Nak,
jangan jadi guru, hidupnya susah, makan hati pula.’ Seorang kuli kasar bilang
ke anaknya, ‘Nak, jangan pernh jadi kuli, keringat diperas, gaji tak memadai.’
Tetapi maksud mereka tidaklah demikian. Hakikat sejati pesan tersebut adalah
agar kau jadi lebih baik. Nah, ketika almarhum bapak kau bilang wasiat itu,
‘Borno, jangan pernah jadi pengemudi sepit,’maka bukan berarti dia melarang kau
menjadi pengemudi sepit. Percayalah pada orang tua ini, Borno, bapak kau
pastilah mengizinkan kau menjadi pengemudi sepitseperti yang kami bicarakan.”(hal.
53)
“ya, cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta
sejati akan tetap membuatmu menari mekipun musiknya telah lama berhenti.”(hal.
167)
Dalam
novel Kau, aku, dan Sepucuk Angpau Merah
karya Tere Liye, tampak suasana cerita
mencukung tema yang disajikan pengarang. Suasana keakraban masyarakatnya antara
orang tua dan pemuda yang ditampilkan oleh tokoh utama dengan tokoh Pak Tua.
Suasana penuh semangat dalam mewujudkan impiannya dalam menggapai cinta dan
cita-citanya.
Dalam hal ini, dalam cerita ini tampak
kesan dari pengarang yang menggurui atau memberikan nasehat kepada pembaca agar
patuh terhadap apa yang di katakan orang tua karena orang tua itu sudah banyak
mengalami asam garam kehidupan, karena dengan itulah mampu belajar menjadi
lebih baik.
Bagi
penulis cerita ini suasananya mudah ditebak, karena pembaca telah mengenai alur
dari cerita ini dan apa yang menjadi akhir dari penyajian cerita dalam novel
ini. Inilah yang menjadi dasar, novelKau,
aku, dan Sepucuk Angpau Merah karya Tere Liye dikatakan populer.
PENUTUP
A.
Pandangan
Penulis Terhadap Novel Kau, Aku, dan
Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye
Sastra populer adalah karya sastra yang
paling disenangi oleh masyarakat yang hanya berlaku sezaman. Sastra populer
mengungkapkan persoalan kontekstual zamannya, biasanya isinya tidak hal rumit
dan lebih berorientasi menghibur, lebih pragmatis dan cenderung berakhir happy
ending.
Dalam novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah mengandung alur yang menarik
diawali dengan gambaran tokoh Borno yang menemukan angpau merah diatas
sepitnya, konflik yang menimpanya, cara menyelesaikan konflik tersebut dan
akhirnya sampai pada penyelesaian yang bersangkutan dengan angpau merah
pengawal kisah, tokoh Borno mendapatkan kebahagiaan dengan cara membesarkan
hatinya demi cintanya kepada seorang perempuan. Tema dalam novel ini mudah
ditemukan melalui judulnya yang menunjukkan kisah antara kau (Mei), Aku (Borno
yang mencintai Mei) serta Angpau merah yang menjadi kunci konflik sebenarnya.
Suasana
dalam novel ini mendukung cerita serta begitu juga latar yang senagaja
disajikan pengarang dsecara nyata agar mudah dipahami oleh pembaca serta
pembaca dapat memvisualisasikan apa yang ia baca dalam novel tersebut. Tokoh
dalam novel ini disajikan begitu banyak serta menunjukkan karakter yang sesuai
dengan suasana cerita yang ditampilkan pengarang.
Dengan
menganalisis unsur-unsur cerita dalam novel ini, maka akan tampak kepopuleran
novel ini dilihat dari cerita yang disuguhkan oleh pengarangnya. Sehingganya
apa yang dituangkan dalam novel ini semakin meyakinkan bahwa novel ini termasuk
dalam novel populer yang memiliki genre romance pada umumnya.
B.
Manfaat
Membaca
itu memiliki banyak manfaat, seperti kita kan memiliki wawasan yang luas,
mengetahui apa yang belum diketahui sebelumnya, mampu belajar sesuatu yang baru
dan lain sebagainya. Begitu juga dengan membaca sastra populer akan membantu
siapa saja yang tertarik pada studi sastra populer dalam mengkaji sastra
populer sebagai pembelajaran yang berfokus pada telaah sastra populer, teori
sastra, budaya, dan sosial sehingga mampu mengonsepkan kajian sastra populer
dalam dimensi teoritisnya.
C.
Kritik
Sifat
ringan, mengasyikkan, memberi hiburan, tidak memberikan tantangan pemikiran
terhadap kehidupan menjadikan pembaca sastra populer pasif terhadap apa yang
dibacanya. Tidak mampu mengapresiasikan bacaanya dengan baik karena telah
disuguhkan dengan menarik dan menghibur.
DAFTAR
PUSTAKA
Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Damono, Sapardi Djoko damono. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Liye,
Tere. 2012. Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau
Merah. Jakarta: PT Gramedia.
Sumardjo,
Jakop. 1995. Sastra dan Massa.
Bandung: ITB Bandung.
Novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah versi pdf-nya bisa di download di link ini :
BalasHapushttps://myebooknovel.blogspot.com/2020/07/kau-aku-dan-sepucuk-angpau-merah-tere.html
Merkur 34C Chrome Double Edge Safety Razor, Satin
BalasHapusBuy Merkur 34C 인카지노 Chrome Double Edge 메리트 카지노 고객센터 Safety Razor, Satin Finish, Satin Finish - 제왕카지노 Long Handle, Chrome - Satin Finish - Satin Finish - Black. Rating: 5 · 9 reviews