Contoh Kajian Sosiologi Sastra
Oleh Winia Wanda
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk
mendeskripsikan realitas sosial masyatrakat Banyumasan dalam novel “Maha Mimpi
Anak Negeri” karya Suyatna Pamungkas. Pendektan yang digunakan dalam kajian ini
adalah pendekatan mimesis. Pendekatan
mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami
hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari
kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya
sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Teknik
analisis dimulai dari teks sastra dan mengungkapkan faktor-faktor sosial yang
ada di dalamnya, kemudian menguji kepada faktor sosial masyarakat yang menjadi
topik penceritaan. Hasil analisis menunjukkan novel “Maha Mimpi Anak Negeri”
merupakan novel yang berhasil mengungkapkan realitas sosial masyarakat
Banyumasan saat ini, yaitu masalah teman dengan teman. Sebagai pencerminan
realitas sosial budaya masyarakat Banyumasan, novel ini merupakan pembenaran
dari pendapat hoggart yang mengatakan bahwa karya sastra pada semua tingkat
disinari oleh nilai-nilai yang ditetapkan dan nilai-nilai yang diterapkan. Oleh
sebab itu Suyatna Pamungkas menggambarkan bahwa hubungan persahabatan sangat
berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
Kata Kunci:
Refleksi, Realitas sosial, novel, masrakat Banyumasan
A.
PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu ragam prosa di samping cerpen dan
roman, selain puisi dan drama didalamnya terdapat beberapa peristiwa yang
dialami tokoh-tokoh secara sistematis serta terstrukrur. Diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi,
prosa, dan drama, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam
menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan,
diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki
media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyrakatan yang paling luas,
b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum
digunakan dalam masyarakat.Oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan
responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna,2003:335-336).
Menurut Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3) mengemukakan
hubungan sastra erat kaitannnya dengan
masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan
mengekspresikan kehidupan pengarang, sastra tak bisa tidak mengekspresikan
pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak benar bila dikatakan bahwa
pengarang secara konkret dan menyeluruh mengekspresikan
perasaannya. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah
perekonomian, keagamaan, politik, yang semuanya itu merupakan struktur sosial
merupakan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungan tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan
anggota ditempatnya masing-masing.
Pendekatan
mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami
hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari
kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya
sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat
menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan
realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau
sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji.
Suyatna
Pamungkas sebagai penulis novel “ Maha
Mimpi Anak Negeri” lahir di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Oleh karena
itu, tentulah ia menulis berlatarbelakangkan budaya Banyumasan sebagai objek
permasalahan novelnya. Dalam novel ini Suyatna menggambarkan kepedulian yang
besar terhadap aspek sosial dan agama.Hal ini menyatakan bahwa Karya
sastra adalah hasil karya cipta manusia yang diciptakan dengan unsur keindahan
dan unsur perasaan yang didalamnya terkandung nilai-nilai moral, relegi, dan
budaya. Karya sastra merupakan media bagi pengarang untuk menuangkan
pengalaman jiwanya yang bersifat seni. Pengalaman yang demikian
dapat memenuhi pengalaman batin penikmat sastra. Karya sastra kadang
merupakan cermin keadaan masyarakat suatu tempat dimana karya sastra itu
diciptakan. Oleh sebab itu, pengarang menjadi figur sentral. Ide atau
kecerdasan pengarang dalam menangkap dunia sekitarnya menjadi tujuan utamanya.
Kajian
sosiologi sastra secara umum meneliti hubungan sastra dengan struktur sosial.
Dalam hal ini sastra merupakan cermin dan reflleksi sosial. Sebagai cermin dan
refleksi sosial, karya sastra memberikan gambaran tentang keadaan sosial
(Susanto, 2016:23-24)
Kajian
sosiologi selalu mengaitkan antara karya sastra dengan masyarakat pendukungnya,
masyarakat sumbernya, masyarakat tujuannya, dan masyarakat pengarangnya.
Permasalahannya, “Seberapa jauhkah novel ini menggambarkan realitas
masyarakat–terutama masyarakat Banyumasan?”
B.
PENDEKATAN
YANG DIGUNAKAN
Untuk
menjawab pertanyaan di atas, pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah
pendekatan sosiologis karena sejak semula anggapan dasar tulisan ini bertolak
dari keyakinan bahwa sastra itu merupakan refleksi pengalaman realitas budaya
dan sebagai ekspresi budaya.Objek kajian pendekatan sosiologis adalah
keterkaitan atau kerelevanan antara realitas imajinatif (realitas sosial dalam
karya sastra) dengan realitas objektif (realitas sosial masyarakat).
Menurut Damono (1978) dan Junus
(1986) ada dua teknik analisis yang dapat dilakukan dalam menganalisis karya
sastra sebagai pencerminan realitas sosial. Pertama, analisis dimulai dengan
teknik pemahaman latar atau lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan
sastra dengan faktor-faktor di luar sastra seperti tercermin dalam karya
sastra. Teknik ini melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu kurun waktu tertentu. Dengan
menggunakan teknik ini, faktor sosial dilihat sebagai mayor analisis dan karya
sastra sebagai minornya.
Kedua, teknik analisis dimulai dari
teks sastra dan mengungkapkan faktor-faktor sosial yang ada di dalamnya,
kemudian menguji kepada faktor sosial masyarakat yang menjadi topik
penceritaan. Teknik ini mengutamakan teks sastra sebagai fenomena utama bahan
utama analisis (mayor analisis) dan fenomena sosial masyarakat sebagai
minornya.
Kajian
ini memilih tekni analisis yang kedua, yaitu yang menjadi teks (dalam hal ini
novel Maha Mimpi Anak Negeri) sebagai
mayor dan realitas masyarakat sebagai minornya. Di dalam kajian ini penerapan
teknik analisis tersebut dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1)
penentuan latar cerita untuk mengetahui gambaran masyarakat yang menjadi topik
cerita dalam karya yang dianalisis; (2) penentuan tokoh beserta perannya; (3)
penentuan hubungan antarperan serta tokoh yang terlibat untuk menentukan
permasalahan cerita; (4) perumusan masalah berdasarkan hubungan antarperan; dan
(5) mengkaji hubungan permasalah yang dirumuskan.
C.
HASIL
KAJIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Penentuan
Latar
Novel
“Maha Mimpi Anak Negeri” karya
Suyatna Pamungkas ini mengungkapkan kehidupan masyarakat Banyumas pada masa orde baru. Ada beberapa
bukti dari data-data struktur novel ini tentang hal itu, terdapat pada kutipan
berikut:
“Meskipun sepeda sudah masuk ke wilayah Banyumas sejak
1890, tapi kami tidak pernah ingin membelinya”
(halaman
63, paragraf 2)
“Sepatu kami yang
didominasi oleh merek ATT dan PRO ATT terpaksa kami simpan di atas para-para”.
(halaman
63, paragraf 2)
“Tak heran jika ia
menyarankan kami agar senantiasa
mengamalkan pancasila dan bitur-butir P4, selain tentu saja mengamalkan syariat
islam”
(halaman
31, paragraf 1)
“Dan selama Pelita IV,
transmigrasi dianggap sebagai program pemerintah yang sukses meratakan kesejahteraan. Hal ini
dimanfaatkan oleh perusahaan hutan sebagai alasan melakukan transmigrasi Bukit
Bayur.”
(halaman
145, paragraf 2)
Pada kutipan
pertama kata Banyumas menunjukkan
bahwa cerita dalam novel ini memiliki latar tempat di Kabupaten Banyumas, Jawah
Tengah. Sedangkan kata-kata yang menunjukkan indikasi masa orde baru adalah,
merek ATT dan PRO ATT, butir-butir P4 dan pelita IV. Sepatu dengan merek ATT
dan PRO ATT ini merupakan merek yang sangat terkenal pada dekade 60-an sampai
dengan 90-an. Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (disingkat P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang
pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde
Baru.
Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978tentang Ekaprasetia Pancakarsa
menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai
pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Pemenrintah Indonesia
merealisasikan Pembangunan nasional melalui Pembangunan Jangka Pendek dan
Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui
program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah
telah melaksanakan enam Pelita.
Permasalahan
masyarakat Bangumasan era orde baru ini, dibatasi pengarang terhadap masyarakat
Banyumas saja. Indikasi itu terlihat dengan pengambilan latar desa Bukit Bayur,
Purwokerto Kab. Banyumas sebagai tempat berlangsungnya peristiwa. Namun
demikian, bukan berarti tidak mempunyai kaitannya dengan masyarakat di luar
wilayah Banyumas. Oleh sebab itu, permasalahan novel ini dapat saja berhubungan
dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Banyumasyang diamati atau dialami
pengarang.
Melalui
latar tempat dan waktu dalam novel ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa
novel “Maha
Mimpi Anak Negeri” berbicara tentang sistem sosial
budaya Banyumas. Perilaku tokoh novel dan kaitannya dengan data-data realitas
objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data sebagai bukti lanjutan.
2.
Penentuan
Tokoh dan Perannya
Karya sastra sebagai pencerminan tatanan kehidupan
masyarakat, akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita.
Dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” seorang
tokoh minimal memerankan satu peran. Inventarisasi peran tokoh- tokoh novel “Maha Mimpi Anak Negeri” adalah sebagai
berikut.
No
|
Tokoh
|
Peran
|
1.
|
Elang
|
Anak,
sahabat/teman, siswa, santri, mahasiswa, sarjana, kekasih
|
2.
|
Tegar
|
Anak,
sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana
|
3.
|
Waris
|
Anak,
sahabat, siswa, santri
|
4.
|
Darwin
|
Anak,
sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana
|
5.
|
Senja
|
Keponakan,
sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana, kekasih
|
6.
|
Ayah
|
Orang
tua, pekerja, suami
|
7.
|
Ibu
|
Orang
tua, istri
|
8.
|
Dasim
|
Teman
|
9.
|
Risam
|
Teman
|
10.
|
Siti
|
Teman
|
11.
|
Supriati
|
Guru
|
12.
|
Paman
sopir
|
Sopir
|
13.
|
Paman
widjaya
|
Paman,
|
14.
|
Ahmad
|
Ustaz
|
15.
|
Paman
sobari
|
Sopir
|
16.
|
Paman
Jono
|
Kondektur
|
17.
|
Kardi
|
Teman,
penjaga parkir, suami.
|
18.
|
Amos
|
Teman,
penjaga parkir, istri.
|
19.
|
Pak
sapon
|
Polisi
hutan
|
Berdasarkan
tokoh dan peran masing-masing tokoh tersebut, permasalahan akan terlihat , jika
peran yang satu dihubungkan dengan peran yang lain. Beberapa peran yang diperankan
tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan atau dikempokkan.
3.
Hubungan
Antarperan
No
|
Hubungan Antarperan
|
Tokoh yang terlibat
|
(1)
|
Teman dengan teman (laki-laki
dengan laki-laki dan laki-laki dengan perempuan) atau persahabatan
|
Elang, Tegar, Waris, Darwin,
Senja.
|
(2)
|
Orang tua dan anak
|
Ayah-ibu dan Elang, Tegar, Waris,
Darwin
|
(3)
|
Siswa dan guru
|
Elang, Tegar, Waris, Darwin dan
Supriati
|
(4)
|
Santri dan ustaz
|
Elang, Tegar, Waris, Darwin, dan
Ahmad
|
(5)
|
Sarjana dengan bukan sarjana
|
Elang, Tegar, Darwin, Senja dan
Waris
|
(6)
|
Sopir dan kondektur
|
Paman Sobari dan Paman Jono
|
(7)
|
Suami dan istri
|
Ayah-Ibu
|
(8)
|
Ponakan dan paman
|
Senja dan Paman Widjaya
|
(9)
|
Polisi hutan dan empat pawana
|
Pak Sapon dan Elang, Tegar,
Darwin
|
(10)
|
Kekasih (laki-laki) dan kekasih
(perempuan)
|
Elang dan senja
|
|
|
|
Pengelompokan
hubungan antar peran-peran tersebut dapat dipandang sebagai topik-topik yang
dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topik-topik ini membantu untuk menelusuri
lebih jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat
dalam karya sastra. Jika terdapat peran yang tidak didukung oleh konflik, maka
hubungan peran itu tidak dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan.
Contohnya, topik-topik
(3), (4), (5),(6),(7), dan (8) dinyatakan sebagai hubugan antarperan yang tidak
dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan karena hubungan siswa dan
guru pada topik (3) tidak ada konflik. Begitu juga halnya dengan topik santri
dan ustaz (topik 4), sarjana dengan bukan sarjana (topik 5), sopir dan
kondektur (6), suami dan istri (topik 7), dan ponakan dan paman (topik 8).
4.
Rumusan
Masalah Berdasarkan Hubungan Antarperan
Dalam
novel ini terdapat banyak masalah yang dialami tokoh utama, Elang dan tiga
orang temannya. Sebagai berikut paparan hubungan antarperan yang didominasi
oleh empat tokoh yaitu Elang, Tegar, Darwin, dan Waris.
Topik
(1) adalah hubungan antarperan teman dengan teman. Dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” karya Suyatna
Pamungkas, diceritakan Elang, Tegar, Darwin dan Waris menjalin hubungan
persahabatan. Keempat tokoh ini disebutkan dalam cerita sebagai empat Pawana.
Mereka saling mendukung, saling membantu, selalu kompak namun terkadang terjadi
perselisihan sebagai bumbu dari hubungan persahabatan mereka. Selain itu,
mereka juga mempunyai tujuan hidup yang sama yaitu mengajarkan islam di desa
tempat mereka tinggal.
Topik
(2) adalah hubungan antarperan orang tua dan anak. Tokoh Elang dengan orang
tuanya terjadi konflik pertentangan pendapat dalam hal agama. Elang dilarang
pergi sekolah dan mengaji. Sedangkan tokoh Darwin memiliki keluarga yang tidak
harmonis, yaitu ayahnya melakukan kekerasan terhadap ibunya sehingga
menimbulkan konflik batin pada tokoh Darwin.
Topik
(9) adalah hubungan antarperan polisi hutan dan empat Pawana (Elang, Tegar,
Darwin, dan Waris). Di desa Bukit Bayur
tempat tinggal empat Pawana, terjadi sengketa tanah antara masyarakat Bukit
Bayur dengan perusahaan hutan. Tokoh Elang dan kawan-kawannyalah yang
memperjuangkan sengketa tanah itu.
Topik
(10) adalah hubungan antarperan Kekasih (laki-laki) dan kekasih (perempuan). Novel
ini tidak hanya menyuguhkan permasalahan dalam persahabatan, anak dengan orang
tua, aparat keamanan dengan masyarakatnya. Namun juga menghadirkan konflik
percintaan antara tokoh Elang dan Tokoh Senja. Tokoh Elang mulai jatuh cinta
pada Senja sejak ia pertama kali melihat senja.
Berdasarkan uraian
keempat topik (1),(2), (9), dan (10) di atas, ternyata topik Teman dengan teman
(laki-laki dengan laki-laki dan laki-laki dengan perempuan) atau dapat disebut
sebagai hubungan persahabatan (topik 1) yang didukung dengan beberapa tokoh.
Dengan demikian pada topik persahabatan inilah terletak permasalahan utama novel
“Maha Mimpi Anak Negeri”. Sedangkan
topik-topik lain merupakan permasalahan penunjang, persentuhan tokoh-tokoh
novel ini harus ditempatkan sebagai pendukung permasalahan hubungan
persahabatan ini.
5.
Permasalahan Teman
dengan Teman (Laki-Laki dengan Laki-Laki dan Laki-Laki dengan Perempuan) atau
Persahabatan.
a.
Secara Normatif
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan
wilayah lain di Jawa Tengah dikarenakan adanya pengaruh budaya Sunda (Priangan
timur) yang bersebelahan, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Ini
juga sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa
mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin
dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak
mengenal tingkatan status sosial.
Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam
bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Selain
egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta
berterus terang atau biasa disebut Cablaka /
Blakasuta.
Budaya banyumasan termasuk dalam budaya Jawa. Dalam budaya Jawa ada
peribahasa yang berbunyi mambu-mambu yen
sega yang arti harfiahnya adalah walaupun bau, tapi nasi. walaupun jelek
(kelakuannya) tetapi masih saudara. demikian pula ada peribahasa yang berbunyi bacin-bacin iwak, ala-ala sanak yang
pengertiannya adalah: walaupun jelek, masih sanak (keluarga). kalau ada
apa-apanya, pasti tidak tega.
Nampaknya orang Banyumasan tidak mengenal strata sosial, terdapat pada
peribahasa berikut sadulur jambe suruh yang berarti orang yang tidak ada
hubungan keluarga, tetapi kalau sudah menjadi amat dekat sehingga tidak ada
bedanya dengan saudara, (Jambe: Pinang; Suruh: Sirih). Sirih dan pinang sama
sekali bukan saudara satu spesies, tetapi menyatu dalam kelengkapan orang makan
sirih.
Demikianlah persahabatan menurut orang Banyumasan, yaitu sekali
bersahabat tetap bersahabat dengan tidak memandang apakah rupanya bagus? Apakah
perangainya baik? Dia tetap sahabat yang sudah dianggap keluarga sendiri.
b. Secara Fiktif
Dalam novel “Maha
Mimpi Anak Negeri” ini, yang berperan sebagai teman dan teman adalah Elang
dengan Darwin, Waris, dan tegar serta Senja. Keempat sekawan ini tinggal di
sebuah desa yang jauh tertinggal dari peradaban. Untuk sekolah saja mereka
harus melewati sungai dan menuruni bukit. Namun itu tak menjadi halangan bagi
Elang, Darwin, Tegar, dan Waris (Empat Pawana) untuk melanjutkan tekat yaitu
terus sekolah dan mengaji walaupun menempuh jarak yang sangat jauh. Ketika salah satu dari mereka malas untuk
pergi maka yang lain sebagai pengingat dan membujuk unutk terus mau belajar dan
mengubah hidup kelak. Terlihat pada kutipan berikut.
“Elang, mulai sekarang kau tidak
boleh malas mengaji. Tidak boleh malas sekolah. Kita semua harus sekolah, juga
harus mengaji. Itulah bekal kita mengarungi hidup di dunia, juga bekal di
akhirat nanti,” tutup Tegar.
Dari kutipan tersebut
terlihat bahwa betapa persahabatan itu sangat berharga bagi seseorang. Ketika
lupa, ada yang mengingatkan. Ketika putus asa ada yang menyemangati. Sosok
Tegar diceritakan sebagai sahabat yang bijak bagi sahabatnya.
Bisa dibayangkan jika ia sedang
marah, bola matanya seperti akan mencuat dari kelopak pembungkusnya. Oh, tidak!
Salah cetak sedikit saja, Darwin bakal menjadi makhluk alien dan tidak
bertempat tinggal dibumi...
Serius! Jangan sangka otanya juga
seburuk rupanya. Dalam mencerna pelajaran, kemmapuan otaknya sama seperti
rambut akar yang mampu menyerap air dari dalam tanah dengan begitu cepat.
Sesuai
dengan peribahasa mambu-mambu
yen sega yang arti harfiahnya adalah walaupun bau,
tapi nasi. walaupun jelek (kelakuannya) tetapi masih saudara. Itulah yang di
jelaskan pengarang kepada pembaca lewat tokoh ‘aku’ (Elang) yang menceritakan
bahwa walaupun temannya jelek, tapi ia masih mau memuji dan tetap senang
berteman dengan tokoh Darwin.
Persahabatan yang
terjalin antara Elang, Tegar, Darwin, dan Waris tergambar sangat istimewa dalam
cerita ini. Jika salah satu dari mereka pergi, kerinduan itu akan muncul.
Seperti layaknya persaudaraan pertalian darah, sahabat begitu nyata dalam
kehidupan seseorang. Dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Aku merindukan kalian. Kembalillah, mari kita bangun
Bukit Bayur dengan nafas keislaman. Kita islamkan Bukit Bayur. Kita perjuangkan
tanah kita dari kejahiliahan!”
Sahabat akan selalu ada
ketika kita butuh tempat untuk bersandar, tempat jurahan keluh kesah, tempat
berbagi segala kesedihan karena sahabat adalah orang yang mampu merubah “air
keruh menjadi bening kembali”. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.
“Bersabarlah! Kau masih punya
kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, tetapi keluarga termasuk waris. Hingga
sekarang pun masih melekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga
kita, keluarga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan
kesedihan yang bertubi-tubi!” hibur Darwin, ia mengusap rambutku.
Dengan
demikian, hubungan teman dan teman, bisa saja berubah menjadi hubungan
persaudaraan yang sangat erat. Sehingga merasa memiliki antara satu dengan yang
lainnya. Salah seorang merasa kehilangan, maka yang lain pun akan merasakan hal
sama. Begitulah jalan hidup manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia
dinamakan makhluk sosial karena disebabkan tidak mampu hidup perorangan atau
individu.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel “maha mimpi anak negeri” karya
Suyatna Pamungkas mengandung konflik antar tokoh. Mulai dari hubungan
antarperan teman dengan teman (topik 1), orang tua dan anak (topik 2), polisi
hutan dan Empat Pawana (topik 9), dan
Kekasih (laki-laki) dan kekasih (perempuan) (topik 10). Namun pengkajian ini
lebih membahaskan topik satu yaitu hungan antarperan teman dengan teman. Sebab,
topik ini adalah bagian dari sosial manusia yang tidak bisa dihilangkan begitu
saja. Topik ini yang disebut juga dengan permasalahan persahabatan, selalu
mempengaruhi kehidupan seseorang.
DAFTAR
PUSTAKA
Damono,
Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta
: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pamungkas, Suyatna. 2013. Maha Mimpi Anak Negeri. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Playtech - Casino Hub
BalasHapusPlaytech. Casino is a 나주 출장마사지 new online gaming 전라남도 출장샵 platform that was 제천 출장마사지 launched 광명 출장안마 in Malta in 2009. It has a wide range of different gaming 구리 출장마사지 categories such as slots, table games