Contoh Kajian Sosiologi Sastra



REFLEKSI SOSIAL MASYARAKAT BANYUMASAN DALAM NOVEL MAHA MIMPI ANAK NEGERI KARYA SUYATNA PAMUNGKAS
Oleh Winia Wanda
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas sosial masyatrakat Banyumasan dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” karya Suyatna Pamungkas. Pendektan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan mimesis. Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Teknik analisis dimulai dari teks sastra dan mengungkapkan faktor-faktor sosial yang ada di dalamnya, kemudian menguji kepada faktor sosial masyarakat yang menjadi topik penceritaan. Hasil analisis menunjukkan novel “Maha Mimpi Anak Negeri” merupakan novel yang berhasil mengungkapkan realitas sosial masyarakat Banyumasan saat ini, yaitu masalah teman dengan teman. Sebagai pencerminan realitas sosial budaya masyarakat Banyumasan, novel ini merupakan pembenaran dari pendapat hoggart yang mengatakan bahwa karya sastra pada semua tingkat disinari oleh nilai-nilai yang ditetapkan dan nilai-nilai yang diterapkan. Oleh sebab itu Suyatna Pamungkas menggambarkan bahwa hubungan persahabatan sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.

Kata Kunci: Refleksi, Realitas sosial, novel, masrakat Banyumasan

A.    PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu ragam prosa di samping cerpen dan roman, selain puisi dan drama didalamnya terdapat beberapa peristiwa yang dialami tokoh-tokoh secara sistematis serta terstrukrur.  Diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.  Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyrakatan yang paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat.Oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna,2003:335-336).
Menurut Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3) mengemukakan hubungan sastra  erat kaitannnya dengan masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan pengarang, sastra tak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak benar bila dikatakan bahwa pengarang secara konkret dan menyeluruh mengekspresikan perasaannya. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, yang semuanya itu merupakan struktur sosial merupakan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan anggota ditempatnya masing-masing.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji.
Suyatna Pamungkas sebagai penulis novel “ Maha Mimpi Anak Negeri” lahir di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Oleh karena itu, tentulah ia menulis berlatarbelakangkan budaya Banyumasan sebagai objek permasalahan novelnya. Dalam novel ini Suyatna menggambarkan kepedulian yang besar terhadap aspek sosial dan agama.Hal ini menyatakan bahwa Karya sastra adalah hasil karya cipta manusia yang diciptakan dengan unsur keindahan dan unsur perasaan yang didalamnya terkandung nilai-nilai moral, relegi, dan budaya.  Karya sastra merupakan media bagi pengarang untuk menuangkan pengalaman jiwanya yang bersifat seni.  Pengalaman yang demikian dapat memenuhi pengalaman batin penikmat sastra.  Karya sastra kadang merupakan cermin keadaan masyarakat suatu tempat dimana karya sastra itu diciptakan. Oleh sebab itu, pengarang menjadi figur sentral. Ide atau kecerdasan pengarang dalam menangkap dunia sekitarnya menjadi tujuan utamanya.
Kajian sosiologi sastra secara umum meneliti hubungan sastra dengan struktur sosial. Dalam hal ini sastra merupakan cermin dan reflleksi sosial. Sebagai cermin dan refleksi sosial, karya sastra memberikan gambaran tentang keadaan sosial (Susanto, 2016:23-24)
Kajian sosiologi selalu mengaitkan antara karya sastra dengan masyarakat pendukungnya, masyarakat sumbernya, masyarakat tujuannya, dan masyarakat pengarangnya. Permasalahannya, “Seberapa jauhkah novel ini menggambarkan realitas masyarakat–terutama masyarakat Banyumasan?”
B.     PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN
Untuk menjawab pertanyaan di atas, pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan sosiologis karena sejak semula anggapan dasar tulisan ini bertolak dari keyakinan bahwa sastra itu merupakan refleksi pengalaman realitas budaya dan sebagai ekspresi budaya.Objek kajian pendekatan sosiologis adalah keterkaitan atau kerelevanan antara realitas imajinatif (realitas sosial dalam karya sastra) dengan realitas objektif (realitas sosial masyarakat).
            Menurut Damono (1978) dan Junus (1986) ada dua teknik analisis yang dapat dilakukan dalam menganalisis karya sastra sebagai pencerminan realitas sosial. Pertama, analisis dimulai dengan teknik pemahaman latar atau lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra dengan faktor-faktor di luar sastra seperti tercermin dalam karya sastra. Teknik ini melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra  pada suatu kurun waktu tertentu. Dengan menggunakan teknik ini, faktor sosial dilihat sebagai mayor analisis dan karya sastra sebagai minornya.
            Kedua, teknik analisis dimulai dari teks sastra dan mengungkapkan faktor-faktor sosial yang ada di dalamnya, kemudian menguji kepada faktor sosial masyarakat yang menjadi topik penceritaan. Teknik ini mengutamakan teks sastra sebagai fenomena utama bahan utama analisis (mayor analisis) dan fenomena sosial masyarakat sebagai minornya.
Kajian ini memilih tekni analisis yang kedua, yaitu yang menjadi teks (dalam hal ini novel Maha Mimpi Anak Negeri) sebagai mayor dan realitas masyarakat sebagai minornya. Di dalam kajian ini penerapan teknik analisis tersebut dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1) penentuan latar cerita untuk mengetahui gambaran masyarakat yang menjadi topik cerita dalam karya yang dianalisis; (2) penentuan tokoh beserta perannya; (3) penentuan hubungan antarperan serta tokoh yang terlibat untuk menentukan permasalahan cerita; (4) perumusan masalah berdasarkan hubungan antarperan; dan (5) mengkaji hubungan permasalah yang dirumuskan.
C.    HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
1.      Penentuan Latar
Novel “Maha Mimpi Anak Negeri” karya Suyatna Pamungkas ini mengungkapkan kehidupan masyarakat  Banyumas pada masa orde baru. Ada beberapa bukti dari data-data struktur novel ini tentang hal itu, terdapat pada kutipan berikut:
“Meskipun  sepeda sudah masuk ke wilayah Banyumas sejak 1890, tapi kami tidak pernah ingin membelinya”
(halaman 63, paragraf 2)
“Sepatu kami yang didominasi oleh merek ATT dan PRO ATT terpaksa kami simpan di atas para-para”.
(halaman 63, paragraf 2)
“Tak heran jika ia menyarankan  kami agar senantiasa mengamalkan pancasila dan bitur-butir P4, selain tentu saja mengamalkan syariat islam”
(halaman 31, paragraf 1)
“Dan selama Pelita IV, transmigrasi dianggap sebagai program pemerintah  yang sukses meratakan kesejahteraan. Hal ini dimanfaatkan oleh perusahaan hutan sebagai alasan melakukan transmigrasi Bukit Bayur.”
(halaman 145, paragraf 2)
Pada kutipan pertama kata Banyumas menunjukkan bahwa cerita dalam novel ini memiliki latar tempat di Kabupaten Banyumas, Jawah Tengah. Sedangkan kata-kata yang menunjukkan indikasi masa orde baru adalah, merek ATT dan PRO ATT, butir-butir P4 dan pelita IV. Sepatu dengan merek ATT dan PRO ATT ini merupakan merek yang sangat terkenal pada dekade 60-an sampai dengan 90-an. Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (disingkat P4) atau Eka Prasetya Pancakarsa adalah sebuah panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru.
 Panduan P4 dibentuk dengan Ketetapan MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Pemenrintah Indonesia merealisasikan Pembangunan nasional melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam Pelita.
Permasalahan masyarakat Bangumasan era orde baru ini, dibatasi pengarang terhadap masyarakat Banyumas saja. Indikasi itu terlihat dengan pengambilan latar desa Bukit Bayur, Purwokerto Kab. Banyumas sebagai tempat berlangsungnya peristiwa. Namun demikian, bukan berarti tidak mempunyai kaitannya dengan masyarakat di luar wilayah Banyumas. Oleh sebab itu, permasalahan novel ini dapat saja berhubungan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Banyumasyang diamati atau dialami pengarang.
Melalui latar tempat dan waktu dalam novel ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa novel “Maha Mimpi Anak Negeri” berbicara tentang sistem sosial budaya Banyumas. Perilaku tokoh novel dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk mendapatkan data-data sebagai bukti lanjutan.
2.      Penentuan Tokoh dan Perannya
 Karya sastra sebagai pencerminan tatanan kehidupan masyarakat, akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. Dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” seorang tokoh minimal memerankan satu peran. Inventarisasi peran tokoh- tokoh novel “Maha Mimpi Anak Negeri” adalah sebagai berikut.
No
Tokoh
Peran
1.
Elang
Anak, sahabat/teman, siswa, santri, mahasiswa, sarjana, kekasih
2.
Tegar 
Anak, sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana
3.
Waris
Anak, sahabat, siswa, santri
4.
Darwin
Anak, sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana
5.
Senja
Keponakan, sahabat, siswa, santri, mahasiswa, sarjana, kekasih
6.
Ayah
Orang tua, pekerja, suami
7.
Ibu
Orang tua, istri
8.
Dasim
Teman
9.
Risam
Teman
10.
Siti
Teman
11.
Supriati
Guru
12.
Paman sopir
Sopir
13.
Paman widjaya
Paman,
14.
Ahmad
Ustaz
15.
Paman sobari
Sopir
16.
Paman Jono
Kondektur
17.
Kardi
Teman, penjaga parkir, suami.
18.
Amos
Teman, penjaga parkir, istri.
19.
Pak sapon
Polisi hutan

Berdasarkan tokoh dan peran masing-masing tokoh tersebut, permasalahan akan terlihat , jika peran yang satu dihubungkan dengan peran yang lain. Beberapa peran yang diperankan tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan atau dikempokkan.
3.      Hubungan Antarperan
No
Hubungan Antarperan
Tokoh yang terlibat
(1)
Teman dengan teman (laki-laki dengan laki-laki dan laki-laki dengan perempuan) atau persahabatan
Elang, Tegar, Waris, Darwin, Senja.
(2)
Orang tua dan anak
Ayah-ibu dan Elang, Tegar, Waris, Darwin
(3)
Siswa dan guru
Elang, Tegar, Waris, Darwin dan Supriati
(4)
Santri dan ustaz
Elang, Tegar, Waris, Darwin, dan Ahmad
(5)
Sarjana dengan bukan sarjana
Elang, Tegar, Darwin, Senja dan Waris
(6)
Sopir dan kondektur
Paman Sobari dan Paman Jono
(7)
Suami dan istri
Ayah-Ibu
(8)
Ponakan dan paman
Senja dan Paman Widjaya
(9)
Polisi hutan dan empat pawana
Pak Sapon dan Elang, Tegar, Darwin
(10)
Kekasih (laki-laki) dan kekasih (perempuan)
Elang dan senja



Pengelompokan hubungan antar peran-peran tersebut dapat dipandang sebagai topik-topik yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topik-topik ini membantu untuk menelusuri lebih jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam karya sastra. Jika terdapat peran yang tidak didukung oleh konflik, maka hubungan peran itu tidak dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan.
Contohnya, topik-topik (3), (4), (5),(6),(7), dan (8) dinyatakan sebagai hubugan antarperan yang tidak dapat dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan karena hubungan siswa dan guru pada topik (3) tidak ada konflik. Begitu juga halnya dengan topik santri dan ustaz (topik 4), sarjana dengan bukan sarjana (topik 5), sopir dan kondektur (6), suami dan istri (topik 7), dan ponakan dan paman (topik 8).
4.      Rumusan Masalah Berdasarkan Hubungan Antarperan
Dalam novel ini terdapat banyak masalah yang dialami tokoh utama, Elang dan tiga orang temannya. Sebagai berikut paparan hubungan antarperan yang didominasi oleh empat tokoh yaitu Elang, Tegar, Darwin, dan Waris.
Topik (1) adalah hubungan antarperan teman dengan teman. Dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” karya Suyatna Pamungkas, diceritakan Elang, Tegar, Darwin dan Waris menjalin hubungan persahabatan. Keempat tokoh ini disebutkan dalam cerita sebagai empat Pawana. Mereka saling mendukung, saling membantu, selalu kompak namun terkadang terjadi perselisihan sebagai bumbu dari hubungan persahabatan mereka. Selain itu, mereka juga mempunyai tujuan hidup yang sama yaitu mengajarkan islam di desa tempat mereka tinggal.
Topik (2) adalah hubungan antarperan orang tua dan anak. Tokoh Elang dengan orang tuanya terjadi konflik pertentangan pendapat dalam hal agama. Elang dilarang pergi sekolah dan mengaji. Sedangkan tokoh Darwin memiliki keluarga yang tidak harmonis, yaitu ayahnya melakukan kekerasan terhadap ibunya sehingga menimbulkan konflik batin pada tokoh Darwin.
Topik (9) adalah hubungan antarperan polisi hutan dan empat Pawana (Elang, Tegar, Darwin, dan Waris).  Di desa Bukit Bayur tempat tinggal empat Pawana, terjadi sengketa tanah antara masyarakat Bukit Bayur dengan perusahaan hutan. Tokoh Elang dan kawan-kawannyalah yang memperjuangkan sengketa tanah itu.
Topik (10) adalah hubungan antarperan Kekasih (laki-laki) dan kekasih (perempuan). Novel ini tidak hanya menyuguhkan permasalahan dalam persahabatan, anak dengan orang tua, aparat keamanan dengan masyarakatnya. Namun juga menghadirkan konflik percintaan antara tokoh Elang dan Tokoh Senja. Tokoh Elang mulai jatuh cinta pada Senja sejak ia pertama kali melihat senja.
Berdasarkan uraian keempat topik (1),(2), (9), dan (10) di atas, ternyata topik  Teman dengan teman (laki-laki dengan laki-laki dan laki-laki dengan perempuan) atau dapat disebut sebagai hubungan persahabatan (topik 1) yang didukung dengan beberapa tokoh. Dengan demikian pada topik persahabatan inilah terletak permasalahan utama novel “Maha Mimpi Anak Negeri”. Sedangkan topik-topik lain merupakan permasalahan penunjang, persentuhan tokoh-tokoh novel ini harus ditempatkan sebagai pendukung permasalahan hubungan persahabatan ini.
5.      Permasalahan Teman dengan Teman (Laki-Laki dengan Laki-Laki dan Laki-Laki dengan Perempuan) atau Persahabatan.
a.      Secara Normatif
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah dikarenakan adanya pengaruh budaya Sunda (Priangan timur) yang bersebelahan, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Ini juga sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial.
Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Selain egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau biasa disebut Cablaka / Blakasuta.
Budaya banyumasan termasuk dalam budaya Jawa. Dalam budaya Jawa ada peribahasa yang berbunyi mambu-mambu yen sega yang arti harfiahnya adalah walaupun bau, tapi nasi. walaupun jelek (kelakuannya) tetapi masih saudara. demikian pula ada peribahasa yang berbunyi bacin-bacin iwak, ala-ala sanak yang pengertiannya adalah: walaupun jelek, masih sanak (keluarga). kalau ada apa-apanya, pasti tidak tega.
Nampaknya orang Banyumasan tidak mengenal strata sosial, terdapat pada peribahasa berikut sadulur jambe suruh yang berarti orang yang tidak ada hubungan keluarga, tetapi kalau sudah menjadi amat dekat sehingga tidak ada bedanya dengan saudara, (Jambe: Pinang; Suruh: Sirih). Sirih dan pinang sama sekali bukan saudara satu spesies, tetapi menyatu dalam kelengkapan orang makan sirih.
Demikianlah persahabatan menurut orang Banyumasan, yaitu sekali bersahabat tetap bersahabat dengan tidak memandang apakah rupanya bagus? Apakah perangainya baik? Dia tetap sahabat yang sudah dianggap keluarga sendiri.
b.      Secara Fiktif
Dalam novel “Maha Mimpi Anak Negeri” ini, yang berperan sebagai teman dan teman adalah Elang dengan Darwin, Waris, dan tegar serta Senja. Keempat sekawan ini tinggal di sebuah desa yang jauh tertinggal dari peradaban. Untuk sekolah saja mereka harus melewati sungai dan menuruni bukit. Namun itu tak menjadi halangan bagi Elang, Darwin, Tegar, dan Waris (Empat Pawana) untuk melanjutkan tekat yaitu terus sekolah dan mengaji walaupun menempuh jarak yang sangat jauh.  Ketika salah satu dari mereka malas untuk pergi maka yang lain sebagai pengingat dan membujuk unutk terus mau belajar dan mengubah hidup kelak. Terlihat pada kutipan berikut.
“Elang, mulai sekarang kau tidak boleh malas mengaji. Tidak boleh malas sekolah. Kita semua harus sekolah, juga harus mengaji. Itulah bekal kita mengarungi hidup di dunia, juga bekal di akhirat nanti,” tutup Tegar.
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa betapa persahabatan itu sangat berharga bagi seseorang. Ketika lupa, ada yang mengingatkan. Ketika putus asa ada yang menyemangati. Sosok Tegar diceritakan sebagai sahabat yang bijak bagi sahabatnya.
Bisa dibayangkan jika ia sedang marah, bola matanya seperti akan mencuat dari kelopak pembungkusnya. Oh, tidak! Salah cetak sedikit saja, Darwin bakal menjadi makhluk alien dan tidak bertempat tinggal dibumi...
Serius! Jangan sangka otanya juga seburuk rupanya. Dalam mencerna pelajaran, kemmapuan otaknya sama seperti rambut akar yang mampu menyerap air dari dalam tanah dengan begitu cepat.
            Sesuai dengan peribahasa mambu-mambu yen sega yang arti harfiahnya adalah walaupun bau, tapi nasi. walaupun jelek (kelakuannya) tetapi masih saudara. Itulah yang di jelaskan pengarang kepada pembaca lewat tokoh ‘aku’ (Elang) yang menceritakan bahwa walaupun temannya jelek, tapi ia masih mau memuji dan tetap senang berteman dengan tokoh Darwin.
            Persahabatan yang terjalin antara Elang, Tegar, Darwin, dan Waris tergambar sangat istimewa dalam cerita ini. Jika salah satu dari mereka pergi, kerinduan itu akan muncul. Seperti layaknya persaudaraan pertalian darah, sahabat begitu nyata dalam kehidupan seseorang. Dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Aku merindukan kalian. Kembalillah, mari kita bangun Bukit Bayur dengan nafas keislaman. Kita islamkan Bukit Bayur. Kita perjuangkan tanah kita dari kejahiliahan!”
Sahabat akan selalu ada ketika kita butuh tempat untuk bersandar, tempat jurahan keluh kesah, tempat berbagi segala kesedihan karena sahabat adalah orang yang mampu merubah “air keruh menjadi bening kembali”. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.
“Bersabarlah! Kau masih punya kami. Empat Pawana bukan hanya sahabat, tetapi keluarga termasuk waris. Hingga sekarang pun masih melekat di hati kita bahwa dia juga bagian dari keluarga kita, keluarga Empat Pawana. Bersabarlah, Rasulullah juga diuji dengan kesedihan yang bertubi-tubi!” hibur Darwin, ia mengusap rambutku.
            Dengan demikian, hubungan teman dan teman, bisa saja berubah menjadi hubungan persaudaraan yang sangat erat. Sehingga merasa memiliki antara satu dengan yang lainnya. Salah seorang merasa kehilangan, maka yang lain pun akan merasakan hal sama. Begitulah jalan hidup manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia dinamakan makhluk sosial karena disebabkan tidak mampu hidup perorangan atau individu.
D.    KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel “maha mimpi anak negeri” karya Suyatna Pamungkas mengandung konflik antar tokoh. Mulai dari hubungan antarperan teman dengan teman (topik 1), orang tua dan anak (topik 2), polisi hutan  dan Empat Pawana (topik 9), dan Kekasih (laki-laki) dan kekasih (perempuan) (topik 10). Namun pengkajian ini lebih membahaskan topik satu yaitu hungan antarperan teman dengan teman. Sebab, topik ini adalah bagian dari sosial manusia yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Topik ini yang disebut juga dengan permasalahan persahabatan, selalu mempengaruhi kehidupan seseorang.



DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pamungkas, Suyatna. 2013. Maha Mimpi Anak Negeri. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.



Komentar

  1. Playtech - Casino Hub
    Playtech. Casino is a 나주 출장마사지 new online gaming 전라남도 출장샵 platform that was 제천 출장마사지 launched 광명 출장안마 in Malta in 2009. It has a wide range of different gaming 구리 출장마사지 categories such as slots, table games

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Bacaan Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye

Laporan Bacaan Buku Sastra Bandingan Karya Sapardi Djoko Damono