Analisis Cerpen Malin Deman dan Cerpen Jaka Tarub Berdasarkan Ilmu Sastra Bandingan
TUGAS 1
ILMU SASTRA
BANDINGAN
Kelompok 3:
1.
Antoni
Oktafrian (14017012)
2.
Firman
Febrian (14017054)
3.
Khiratul
Rahman (14017056)
4.
Winia
Wanda (14017076)
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
ILMU
SASTRA BANDINGAN: PERSOALAN BATAS LINGUISTIK DAN KULTURAL
a. Defini,
Hakikat dan Karakteristik Ilmu Sastra Bandingan dalam Persoalan Batas Lingustik
Dan Kultural
Sastra bandingan
adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori sendiri
tetapi memanfaatkan teori apapun, sesuai dengan obyek dan tujuan penelitiannya.
Linguitik adalah
ilmu yang mempelajari bahasa atau ilmu mengkaji tentang sistem lambang bunyi
yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Kultur atau budaya
adalah pikiran; akal budi; adat istiadat; hasil kegiatan dan penciptaan batin
(akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi
pedoman tingkah lakunya.
Pendekatan sastra bandingan
pertama kali muncul di Eropa awal abad ke-19. Di abad ke-20 pengukuhan studi sastra bandingan
terjadi ketika jurnal Revue Litterature Comparee
diterbitkan pertama kali pada tahun 1921. Jurnal itu memuat karangan-karangan
menganai sejarah intelektual, terutama sekali dalam melacak pengaruh dan
hubungan melewati batas-batas kebahasaan.
Dalam pengalaman perkembangan kebudayaan Eropa,
tercatat bahwa pengaruh merupakan maslah yang pelik, dan oleh sebab itu
menarik. Drama-drama Shakespeare, misalnya baru seratus tahun kemudian
mempengaruhi kesusastraan jerman dan prancis, sementara Racine seorang
sastrawan besar prancis, sama sekali tidak mendapat perhatian di Inggris. Kita
mencatat bahwa locke, seorang pemikir Inggris segera menjadi landasan bagi
pencerahan Eropa, dan gagasan rousseau dalam waktu yang singkat menyebar
kesemua penjuru Eropa dan bahkan ke amerika.
Jika sastra bandingan itu merupakan studi
kesusastraan melewati batas-batas linguistik, maka seharusnya dikaitkan dengan
sejarah pemikiran. Alur,gagasan, dan penokohan dengan mudah bisa diwariskan
atau ditiru tetap bagaimana halnya dengan bahasa ? ini adalah masalah besar
yang harus dihadapi oleh studi sastra bandingan. Dala kaitannya dengan hal itu,
pengarang besar yang menulis dalam bahasa yang meneliti tradisi sastra yang
agung tentusaja merupakan tantangan bagi penerjemah. Kemiskinan linguistik yang
ada pada bahasa sasaran akan membatasi kemampuan sipenerjemah dalam upaya
memindahkan sastra sumber kesastra sasaran. Dalam terjemahan puisi harus
menjadi puisi; dalam hal ini parafrase jelas bukanlah terjemahan tetapi
tafsiran.
Sudah disinggung sebelumnya bahwa orang Eropa
umumnya poliglot; itulah sebabnya studi sastra bandingan menjadi kegiatan yang
wajar, tidak dicari-cari. Meskipun ada beberapa bangsa yang menggembangkan
aksara sendiri seperti bangsa Rusia umumnya bangsa-bangsa di Eropa, umumnya
bangsa-bangsa di Eropa menggunakan aksara romawi. Sementara itu, di benua lain
seperti Asia, sastra bandingan menghadapi masalah besar sebab ditinjau dari
segi linguistik dan budaya, bangsa-bangsa di Asia memiliki ciri-ciri tersendiri
yang cenderung menolak dibanding-bandingkan. Disamping memiliki aksara
berbeda-beda, Asia tidak memiliki acuan yang tunggal dalam kebudayaannya
seperti halnya Eropa. Masing-masing bangsa memiliki mitologi sendiri, meskipun
dalam beberapa kasus tela terjadi pengaruh-mempengaruhi, suatu hal yang telah
melampaui batas-batas budaya dan politik yang sekaligus menciptakan kelompok
bahasa yang masing-masing memiliki ciri-ciri serupa.
b. Contoh teks
1. Bahasa
Adolah pado suatu hari, hari nan sadang tangah
hari, sadang buntu bayang-bayang, sadang langang urag di kampuang, sadang rami
urang di balai, tabiklah kiro-kiro Malin Deman, pai mandi parintang hari, iyo
ka lubuak Kamuniang Gadiang, di tanah Kampuang Tabarau, dalam nagari Batang
Mua. (kaba Malin Deman, halaman 9) Kalik-kalik
di halaman
Tabang marayok ka batang pauah;
Takilik Iman Main Deman
Mamandang Puti nan batujuah. (kaba Malin Deman, halaman 12)
Mandanga kato nan bak kian, galak tasanyum Puti
Bungsu, bak peneh manganduang hutan. Dek rang mudo Malin Deman, dipandang sajo
jo suduik mato, sadiahlah hati manahan rindu,..
(kaba Malin
Deman, halaman 15)
2. Budaya
Sejak menikah dengan Nawangwulan, jaka taruo merasa
sangat bahagia. Namun ada satu hal yang menggangu pikirannya selama ini. Jaka
Tarub merasa heran, mengapa padi di
lumbung mereka kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari. (cerita rakyat Jaka Tarub)
Jaka Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang
berburu.
(Cerita Rakrat Jaka Tarub)
Mandanga kato juaro Medan, urang tagalak kasadonyo,
tapancak paluah si bujang Duano, ayam dicacek dihinokan, lalu bakato maso itu,
“oi Tuan rang juaro, bukan baitu adat juaro, bapantang mamiliah-miliah
ayam, taruahnyo kan lai ambo tampin. (kaba Malin Deman)
Maka Jaka Tarub langsung tertuju pada sesosok tubuh
yang terbujur kaku di ruang tengah. Beberapa
detik kemudian Jaka Tarub nenyadari kalau ibunya telah meninggal. Jaka tarup
tak sanggup menahan air mata. Inilah bukti atas firasat yang kurasakan sejak
pagi, pikirnya. (Cerita Rakyat Jaka
Tarub)
Birawati Malin Deman, memandang sajo jauh, hati nan
harok-harok cameh, dibacakan doa pakasiah, sarato pitunang pilalainyo.
(kaba Malin Deman, halaman 18)
c. Analisis singkat
Kaba Malin
Deman dapat diketahui bahwa penulisan kaba itu di sampai seperti bahasa mamak
yang sedang berpidato, sebab setiap memulai kalimat menggunakan kata-kata
pengantar seperti kata “Adolah” pada kalimat pertama kutipan di atas. Dalam
kata Malin Deman juga ditemukan penulisan prosa dengan memasukkan puisi lama
atau pantun. Seperti di bawah ini.
Kalik-kalik di halaman
Tabang marayok ka batang pauah;
Takilik Iman Main Deman
Mamandang Puti nan batujuah. (kaba Malin Deman, halaman 12)
Penulisan kaba juga banyak menggunakan metafora
seperti “bak paneh menganduang hujan”. Pada penulisan cerita rakyat Jaka Tarub
tidak dapat dianalisis bahasanya sebab cerita tersebut tidak dapat ditemukan
dalam bentuk asli atau menggunakan bahasa asli. Cerita rakyat Jaka Tarub hanya
ditemukan dalam bentuk ringkasan dalam berbahasa Indonesia.
Dalam kaba Malin Deman dapat ditemukan beberapa
budaya yang berkembang di daerah Minang Kabau seperti kehidupan masyarakat yang
hidup bertani dan suka menyabung ayam. Sedangkan dalam cerita Jaka Tarub
kehidupan masyarakat juga hidup bertani tetapi senang berburu. Dalam kaba Malin
Deman ditemukan bahwa si Malin Deman mempercayai kekuatan doa (mantra) seperti Doa Pakasiah. Sementara itu, dalam
cerita Jaka tarub lebih mempercayai
sesuatu yang bersifat intuisi seperti firasat.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kita dapat membandingkan dua buah budaya yang berbeda antara
budaya Minangkabau masa lampau dengan budaya Jawa masa lampau. Dari
perbandingan itu terdapat perbedaan dan persamaan kedua budaya tersebut.
ILMU
SASTRA BANDINGAN:
PERSOALAN BATAS GEOGRAFIK DAN POLITIK
a. Defini,
Hakikat dan Karakteristik Ilmu Sastra Bandingan dalam Persoalan Batas Geografis
dan Politik
Sastra sebagai bagian
dari kebudayaan, ditentukan antara lain oleh geografi dan sumber daya alam.
Berdasarkan kedua hal itulah kita menyusun masyarakat dan menentukan tata
nilai. Dalam karya sastra semua hal itu dicatat dan ditanggapi secraa kreatif.
Berbagai dongeng yang diciptakan nenek moyang kita, yang sampai kini masih ada
sisanya dalam kenangan kita, perlu dibanding-bandingkan agar kita mendapat
gambaran yang lebih jelas mengenai persamaan dan perbedaan antara kita.
b. Contoh
teks
1. Geografis
Adolah pado suatu hari, hari nan sadang tangah
hari, sadang buntu bayang-bayang, sadang langang urag di kampuang, sadang rami
urang di balai, tabiklah kiro-kiro Malin Deman, pai mandi parintang hari, iyo
ka lubuak Kamuniang Gadiang, di tanah Kampuang Tabarau, dalam nagari Batang
Mua. (kaba Malin Deman, halaman 9)
Pada zaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub
di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. (Cerita Rakyat Jaka Tarub)
2. Politik
Manjawab sanan si Malin Deman, “dangankan malah dek
mandeh, bak ambo curai papakan, lorong kapado anak nangko, bukankanlah gadih
urang dunia, gadih nan turun dari langik, inyo banamo Puti Bungsu, puti
batujuah badunsanak, turun kadunia pai mandi, kalubuak kamuniang pai mandi, di
ranah Kampuang Tibarau, malang tibo dibadannyo, hilang baju sunsang baraik,
hilang indk tantu rimbonyo, indak dapek baliak ka langik, lah ambo baok inyo ka
mari, bari tompang malah di mandeh, nak jan suni mandeh dirumah” (kaba Mali Deman)
c. Analisis
singkat
Kisah
Malin Deman berasal dari daerah
Minangkabau sedangkan cerita Jaka Tarub dari Jawa. Meskipun berasal dari daerah
yang berbeda dua cerita ini memiliki tema yang sama, yaitu cerita seorang
pemuda yang menikah dengan seorang bidadari dari kayangan. Cara pemuda tersebut
mendapatkan bidadari itu dengan cara atau politik yang sama yaitu mencuri
selendang bidadari tersebut.
Apakah
dalam kedua cerita ini mengandung unsur politik atau tidak? Di sini kami
mengaitkan dengan kecerdikan kedua pemuda tersebut dalam berkilah (menutupi
kesalahannya) sehingga si bidadari itu tidak mengetahui bahwa selendangnya
telah dicuri.
Komentar
Posting Komentar